Written by dr.Sholihul Absor,MARS
|
Thursday, 13 November 2014 13:33 |
IMPLEMENTASI ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN DI AMERIKA
Tulisan ini dimuat di majalah MATAN edisi 100, November 2014
Tanggal 23 agustus sampai 13 september saya mendapat kesempatan berkunjung ke Amerika atas undangan dari Department of State United State of America melalui program International Visitor Leadership Program (IVLP). Selama tiga minggu saya bertemu dengan banyak pejabat pemerintah dan komunitas untuk mendiskusikan perkembangan demokrasi di Amerika khususnya perlakuan terhadap kaum minoritas, termasuk dalam hal ini adalah komunitas muslim. Inilah secuil cerita dari sekelompok muslim yang berusaha berdakwah di tengah situasi yang sulit dengan jalan mendedikasikan aktivitasnya bagi masyarakat sekitarnya yang non muslim.
Pagi itu jam 10, Florence Avenue, Los Angeles selatan, Negara bagian California, matahari sudah bersinar terik, udara panas dan kering membuat badan jadi tidak enak. Saya melangkah melalui pagar sebuah gedung persegi empat yang cukup luas. Di sudut depan bagunan bagian pintu gedung tampak arsitektur pemanis berwarna hijau dengan lengkungan seperti pintu masjid. Sisi kiri di tembok tertulis nama UMMA Community Clinic, Healthcare for All inspire by Islam. Di sini saya dijadwal bertemu dengan Adel Syed, direktur pengembangan dan hubungan komunitas, untuk membicarakan peran komunitas minoritas muslim dalam pengembangan demokrasi khususnya di bidang kesehatan dengan segala tantangannya.
Sudah jamak diketahui menjadi muslim di Amerika bukanlah perkara mudah, bukan hanya kesulitan dalam mencari sarana ibadah seperti masjid, makanan halal, waktu berpuasa yang panjang, tetapi juga dalam menghadapi lingkungan sosial yang tidak menguntungkan. Meski Islam di Amerika saat ini adalah agama yang pertumbuhannya paling tinggi, namun secara nasional masih tetap minoritas dan masih berkembang Islamophobia, ketakutan terhadap Islam karena dianggap sebagai agama yang melegalisasi kekerasan dan identik dengan terorisme. Oleh karena itu tantangannya adalah bagaimana merumuskan model dakwah yang bersahabat dan efektif meningkatkan citra positif Islam.
|
Last Updated on Saturday, 15 November 2014 08:48 |
Read more...
|
|
Written by dr.Sholihul Absor,MARS
|
Monday, 06 October 2014 18:16 |
NONTON ORANG AMERIKA NONTON BASEBALL
Di sela sela kesibukan meeting saya mendapat kesempatan nonton baseball, olahraga yang paling popular di Amerika, bahkan sepakbola pun kalah popular. Tentu masih dalam rangka mempelajari demokrasi dan kehidupan warga Amerika, bagaimana mereka memanfaatkan waktu luang dan mengekspresikan kegembiraan dalam suatu moment. Jadi ketika saya diberi pilihan antara nonton baseball dan pergi ke universal studio, saya pilih nonton baseball. Bukan karena saya suka pertandingan baseball, jangankan suka, ngerti aja tidak, kapan tim dapat nilai dan bagaimana menghitung skornya sama sekali tidak faham. Bagi saya yang lebih menarik adalah melihat tingkah polah penonton “kasti” (sebutan permainan semacam baseball waktu masa kecil dulu), ini adalah bagian dari budaya modern orang Amerika.
Tim yang bertanding adalah Detroit Tiger sebagai tuan rumah melawan San Francisco Giants, keduanya termasuk tim baseball unggulan, jadi bakal ramai pertandingannya. Jam 6 sore (waktu setempat masih terang) saya bersama teman teman jalan kaki menuju stadion Comerica Park, tidak jauh dari hotel tempat saya menginap sekitar satu kilo meteran. Jalanan sudah ramai orang menuju stadion, saya lihat sebagian besar sudah berumur (perkiraan saya diatas empat puluh tahunan) beberapa diantaranya membawa anak anak. Karena cuaca cerah dan angin bertiup agak dingin saya memakai celana jean dan baju, tapi rupanya salah kostum, hampir semua penonton ternyata memakai pakaian santai kaos dan celana pendek…. hehehe… tak apalah namanya juga orang asing, teman saya malah pakai jaket.

Di depan pintu masuk stadion saya keluarkan tiket yang sudah dibelikan pengelola program IVLP via on line. Harga tiketnya cukup mahal juga 62$ atau sekitar 740 ribu rupiah dan sebagian besar penonton pegang tiket on line, saya hanya melihat sekali seorang jual tiket makelaran seperti yang banyak terjadi di tempat kita kalau ada pertandingan atau pertunjukan. Di pintu masuk tiket saya di scan petugas… tit… langsung melenggang masuk dan waowww…. suasana di dalam stadion rupanya lebih mirip pujasera mall, penjual minuman dan restoran fast food banyak berjajar, aromanya gurih menggoda dan semuanya ramai pembeli. Saya baru percaya bahwa orang Amerika suka makan, makanya badannya besar besar dan subur alias gendut. Ketika mencari nomer kursi, pertandingan mulai dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan Amerika “The Star-Spangled Banner”, semua penonton berdiri khidmad, sayapun ikut berdiri sebagai tanda penghormatan meski tidak hafal lagunya.
|
Last Updated on Monday, 06 October 2014 18:30 |
Read more...
|
Written by dr.Sholihul Absor,MARS
|
Tuesday, 09 September 2014 07:30 |
RAPAT GAYA AMERIKA
(journey to USA part III)
Inilah pelajaran pertama yang saya dapatkan selama di Amerika, budaya menghormati waktu. Coba bayangkan bagaimana kalau kita biasanya mengadakan rapat atau pertemuan apapun, yang diundang datang telat dengan berbagai alasan, agenda rapat tidak jelas apa yang akan dibicarakan, pertemuan dibuka dengan kata pengantar atau sambutan yang panjang dan berliku-liku, karena agenda tidak fokus maka arah pembicaraan ngalor ngidul (meminjam istilah jawa yang artinya tidak jelas), kalau bertanya juga ngalor-ngidul dulu baru ke inti pertanyaan, sehingga sering kita jumpai pemimpin rapat bertanya balik, "jadi pertanyannya apa?" hehehe.....sudah mulut berbusa ternyata tidak jelas maksudnya, dan saya sering mendapati orang yang bertanya tapi hanya ingin menunjukkan bahwa dia lebih pintar dari pembicara. Banyak lagi sebenarnya kebiasaan buruk kita dalam hal memanfaatkan waktu secara profesional.

|
Last Updated on Tuesday, 09 September 2014 07:49 |
Read more...
|
|
|
|
|
Page 7 of 15 |